Selasa, 03 Maret 2015

My Story 3



Tragedi Bubur Kacang Hijau

“Tin....tin...tin....
Terdengar suara klakson motor di depan rumahku “Ibu... Pak Le datang !!! dengan gembira aku pun berlari untuk membuka pintu. Telah sekian lama semenjak Pak Le, adik bungsu ayahku pergi dari Pangkalan Bun untuk merantau ke Sukamara,  kami pun bisa bertemu kembali dengan Pak Le hari ini. Aku pun sangat senang sekali, karena Pak Le datang membawa oleh-oleh khas Sukamara, kesukaanku ,Amplang.
“Pebti pijetin Pak Le bah, capek Pak Le nih” kata Pak Le
Saking asiknya membuka oleh-oleh dari Pak Le aku pun tidak mendengar ucapan Pak Le.
“Peb... cepet am, pijetin Pak Le bah” kata Pak Le kembali memanggil
“Ah apa? Iya,iya bentar”
Aku pun langsung meletakkan oleh-oleh dari Pak Le ke meja dan langsung bergegas menuruti perintah Pak Le. Karena sudah lama tidak bertemu, aku pun bercerita banyak kepada Pak Le mulai dari sekolah, PR, teman-teman, mengaji dan masih banyak lagi. Tak terasa hari pun beranjak sore, tadinya aku ingin mengajak Pak Le jalan-jalan, tapi berhubung Pak Le masih capek, aku pun menurut dan tak jadi merengek padanya. Keesokan harinya, aku pun berusaha untuk membujuk Pak Le pergi jalan-jalan, namun kali ini Pak Le juga tidak bisa. Pak Le disuruh ayah untuk membantu membangun rumah baru di Gang Banteng, aku pun hanya menunduk pasrah, mungkin lain kali aku bisa pergi jalan-jalan bersama Pak Le. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut bersama Pak Le dan ayah ke rumah baru di Gang Banteng. Walaupun aku tahu, disana pasti akan sangat membosankan. Sebenarnya di rumah baruku itu, aku sudah memiliki satu teman, namanya Putri, umurnya di bawah satu tahun dariku. Rumah kami bersebelahan, namun dia lebih dulu pindah kerumah barunya. Jika aku datang, kami selalu main bersama, namun terkadang, kami juga jarang bertemu karena setiap sore Putri juga harus mengaji. Aku juga mengaji sama seperti Putri, tapi tempat kami mengaji berbeda, jamnya pun berbeda, aku mengaji di TPA di dekat Bundaran Pancasila sehabis Zuhur.
            Seperti biasanya ayahku mengantarkan aku pergi mengaji, namun kali ini ayah juga membawa serta Pak Le untuk membantu membangun rumah. Rencananya Pak Le datang ke Pangkalan Bun memang untuk berlibur, namun karena harus memenuhi kemauan dari ayahku kakak sulungnya, dia akhirnya tidak bisa membantah dan ikut membantu ayahku membangun rumah.
“ Pak Le kok ikut Pak?” tanyaku
“ Ya.. gak papa toh, biar Pak Le bantu bangun rumah, biar rumahnya cepet jadi, terus bisa di tinggali “ jawab ayahku enteng.
“ Tapi kan kasian Pak Le, Pak Le kesini kan mau liburan, malah disuruh kerja sama ayah, huuu...Pebti jadi gak bisa jalan-jalan lok sama Pak Le” kataku ketus
“ ishhh cepet am, nanti telat ngajinya” kata ayahku  dengan jengkel
Dengan kesal aku pun menaiki sepeda motor ayahku. Sejujurnya aku sangat kesal sekali, aku sangat ingin jalan-jalan sama Pak Le tapi ayahku selalu saja menyuruh Pak Le ini, itu, menjengkelkan. Setibanya di TPA, aku masih saja jengkel, kapan aku bisa berjalan-jlan dengan Pak Le ya?
“ Pebti kenapa?” tanya temanku Mia
“ gak papa” jawabku datar
“ kok cemberut”
“ ayahku tuh, jengekelin, mosok aku mau jalan-jalan sama Pak Le gak boleh !” jawabku kesal
“ ohhh.... Pak Le yang mana?  “ tanya Mia penasaran
“ ada adik bapakku yang paling kecil “ jawabku
“ ya sudah daripada cemberut gitu, mending kita jajan yuk, kamu bawa sangu kan?” ajak Mia
“ bawa, ya udah deh” aku pun menurut
Daripada aku terus diem gak jelas, mending aku ikut beli jajan sama Mia, itung-itung buat ngenyangin perut. Sorenya sehabis aku mengaji, aku sangat bosan sekali, karena lama sekali aku dijemput ayah, teman-teman ngajiku ku pun mengajak aku untuk jalan bareng, yah siapa tau aja, nanti ketemu ayah di jalan. Namun sesampainya di ujung gang TPA ayahku juga belum keliatan, aku pun sudah mulai kesal bercampur gelisah. Terpaksa akupun ikut temanku-temanku terus berjalan hingga ke pinggir jalan raya, namun setelah lama kami berjalan, ayahku juga belum keliatan sedikitpun batang hidungnya, aku pun semakin bertambah kesal, ditambah lagi dengan jumlah rombongan teman-temanku yang semakin sedikit karena mereka sudah sampai kerumahnya. Hari pun juga semakin sore, aku pun mulai gelisah dan takut kalau-kalau ayahku tidak bisa menjemputku karena sibuk dengan rumah baru kami. Akhirnya ayahku pun datang juga
“ ayah tuh kemana aja, capek Pebti jalan kaki, temennya juga tinggal dikit” kataku kesal
Aku pun terus mengomel sepanjang perjalanan namun ayahku hanya diam saja.
            Keesokan harinya, seperti biasa aku pergi ke sekolah dan berangkat mengaji. Namun di hari itu, aku mengaji tidak diantar ayah melainkan dengan Pak Le, aku sangat senang sekali, karena akhirnya bisa berjalan-jalan dengan Pak Le walaupun hanya pergi mengaji. Tapi, sebenarnya aku kasian dengan Pak Le dari pagi ia membantu membersihkan rumah, karena ibu sedang membuat bubur kacang hijau untuk makanan para tukang dirumah baruku. Wajah Pak Le sangat kuyu sekali, dia terpaksa harus dibangunkan dari tidur siangnya oleh ayahku karena harus mengantarku, tapi mau gimana lagi, kalau bukan Pak Le siapa yang mau mengantarku, ibuku tidak  bisa mengendarai sepeda motor, ayah juga sudah pergi entah kemana.
“ Ndok, itu ada bubur kacang hijau, Pak Le udah ibu suruh nganterin kerumah baru buat tukang, hati-hati bawanya” kata ibuku
“iya bu, Pebti pamit dulu ya bu Assalamualikum”
“Waalaikum salam “
Kami pun akhirnya berangkat, namun dihatiku masih ada rasa kasian dengan Pak Le, firasat buruk pun menghantui pikiranku ,yah mudah-mudahan tidak terjadi-terjadi apa-apa  nanti dijalan. Di perjalanan aku melihat dari kaca spion Pak Le berkali-kali menguap, aku semakin kasian dengan Pak Le, jam tidur siangnya harus tertunda gara-gara aku. Sampai akhirnya, kejadian naas itu pun terjadi, aku merasa kemudi Pak Le sudah tak seimbang lagi, motor yang kami tumpangi sudah oleng kesana kemari, Pak Le pun berusaha mengendalikan motor seperti semula, tapi mungkin karena keadaannya yang masih mengantuk, dia pun akhirnya tidak bisa mengendalikan sepeda motor lagi, motor yang kami tumpangi pun akhirnya oleng dan karena Pak Le salah menginjak pedal rem, motor pun akhirnya terjungkal ke belakang, aku dan Pak Le pun akhirnya terpental ke jalan sekitar 5 meter dari sepeda motor, untungnya pada saat itu keadaan jalan sepi, maklum jalan menuju Bandara Lanud Iskandar memang selalu sepi, namun itulah yang Pak Le khawatirkan tidak ada orang yang bisa dimintai pertolongan, tidak ada satupun kendaraan yang melewati jalan pada saat itu. Aku pun berusaha untuk bangun namun seketika aku terkejut ketika melihat jilbab dan lengan bajuku yang sebelah kiri sudah berlumuran darah, namun sepertinya Pak Le yang lebih parah, tangan sebelah kirinya sudah tidak bisa digerakkan lagi aku pun mendekatinya dan meraih ponselnya untuk menelpon ayahku . Namun, sudah beberapa kali aku coba hubungi tetapi tidak dijawab juga. Aku pun mulai panik, kerudungku juga sudah penuh dengan darah, Pak Le juga meringis kesakitan ditangannya. Sampai akhirnya ada seorang pengendara kijang merah di jalur seberang berhenti ketika melihat kami, kami pun segera dibawa ke Puskesmas TNI AU disekitar daerah itu, untuk mendapatkan pertolongan. Motor yang kami tumpangi tadi pun juga dibawa warga lain yang membantu, dari dalam mobil, aku melihat tumpahan bubur kacang hijau yang seharusnya kami antarkan kepada tukang tadinya, jadi berserakan dijalanan, aku pun sempat berpikir jika ibu atau ayah tidak menyuruh Pak Le mengantarkan itu, kami mungkin tidak seperti ini.
Sesampainya di Puskesmas kami pun langsung di tolong oleh perawat dan petugas puskesmas yang berada disitu. Pak Le dibawa ke ruang yang berbeda denganku, saat aku tiba di ruangan perawatan lukaku langsung dibersihkan dan diobati. Saat itu juga aku mendengar jeritan Pak Le yang sedang kesakitan, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan tangan Pak Le, aku pun berdoa mudah-mudahan tidak ada yang terjadi dengan Pak Le. Beberapa saat kemudian, ibu dan ayahku datang menemui kami, aku tidak tahu siapa yang  memberitahu mereka, dengan cepat mereka datang ke puskesmas karena letak puskesmas yang dekat dengan rumah kami. Karena luka Pak Le yang cukup parah dan karena keaadaanku yang mulai melemas, kami pun dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Sesampainya disana, kami langsung dibawa ke UGD, namun lagi-lagi Pak Le dibawa ke ruangan yang berbeda denganku, aku pun mulai cemas, sebenarnya apa yang terjadi dengan Pak Le, tak terasa airmata pun jatuh ke pipiku.
“Pebti jangan nangis” ujar ibuku lembut
“ Pak le kenapa bu.?.” tanyaku setengah terisak
Tangisku pun semakin menjadi, perawat yang berada disekitarku pun ikut menenangkanku. Jilbab yang tadi kupakai pun sudah dilepas. Beberapa saat kemudian, Pak Le pun keluar, kakinya tidak ada masalah, dia bisa berjalan dengan baik, namun tidak dengan tangannya, tangannya sudah terbalut dengan perban dan digendong.
“ ah luka kayak gitu aja nangis, cengeng” ejek Pak Le
“tangan Pak Le kenapa?”aku pun bertanya dengan ragu
“ tangan Pak Le tulangnya patah” jawab ibuku dengan terpaksa jujur, karena tahu aku bukanlah anak yang bisa dibohongi.
“ mau liat kah nih” kata Pak Le sambil memperlihatkan tangannya
“kok gak keliatan yang patah?” tanyaku polos
“ya iya lah ndok tulangnya kan didalam dibungkus kulit, yah gak keliatan lah patahnya” jawab ibuku sambil tertawa kecil.
             Kami pun akhirnya diperbolehkan untuk dibawa pulang, namun melihat kondisi Pak Le ia jadi tidak bisa melakukan kegiatannya sendiri, semuanya harus dibantu oleh orang lain, kasian Pak Le ujarku dalam hati. Sesampainya dirumah, aku masih saja tidak percaya kalau tangan Pak Le tulangnya patah, akhirnya ibuku meyerahkan hasil rongsen tangan Pak Le kepadaku dan menjelaskannya, aku pun mengerti, aku jadi merasa bersalah, kenapa bukan tanganku yang patah, gimana Pak Le nanti kerja kalau tangannya patah? Sesalku. Malamnya, saudara-saudara kami pun menjenguk kami dirumah, karena kondisi Pak Le yang belum sehat, ayahku pun menceritakan kronologis kejadiannya, aku pun juga berusaha untuk menguping karena ingin tahu. Rupanya, pada waktu itu, ayahku tidak bisa mengantarku mengaji karena harus menolong komandan TNI AU untuk mencari harta karun atau entahlah apa itu di sekitar rumahku, Komandan itu percaya dengan mimpinya bahwa ada sebuah batu akik atau semacam harta karun di sekitar rumahku, dia meminta tolong ayahku untuk mencarinya, ibuku pun juga baru tahu tentang tindakan ayahku yang mau saja mengikuti perintah komandan itu dan malah membawa petaka padaku. Kami pun sangat kesal terutama ayahku, jika dia tidak mencari harta karun atau semacamnya mungkin tidak akan seperti ini, ibuku juga, dia sangat menyesal telah menyuruh Pak Le untuk mengantarkan bubur kacang hijau itu ke tukang dirumah baruku, dia seharusnya mengerti kalau Pak Le sangat capek. Tapi semuanya sudah terjadi, bagaimanapun penyesalannya dan siapapun yang salah, sebaiknya kita ambil saja hikmahnya dan jangan sampai terulang lagi.
 

Minggu, 01 Maret 2015

Pidato Lingkungan Hidup Ala Lutfi



Tema : Lingkungan hidup
Kerangka pidato :
1.       Salam pembuka
2.       Pembuka/penghantar
-          Cerita seorang pengusaha kayu yang merusak hutan
3.       Isi
-          Hikmah cerita pengantar
-          Cara-cara menjaga kelestarian lingkungan
-          Manfaat menjaga kelestarian lingkungan
4.       Penutup
-          Ucapan terimakasih dan permohonan maaf
-          Nasihat untuk menjaga kelestarian lingkungan
5.       Salam penutup

Assalamualaikum Wr. Wb

Yang saya Hormati Ibu Kepala SMAN 1 Pangkalan Bun, para dewan guru dan staf tata usaha, serta yang saya cintai teman-teman kelas X,XI,dan kelas XII.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan limpahan-Nya kita dapat berkumpul ditempat ini dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apapun.

Pertama-tama saya ucapkan terimakasih kepada para hadirin yang hadir di tempat ini, sebelumnya saya ingin menyelipkan sebuah cerita ,cerita ini tentang seorang bos Kayu yang sangat kaya raya. Rumahnya dimana-mana,tempat usahanya dimana-mana,semua yang dia miliki lebih dari cukup. Tapi sayang dia mendapatkan kekayaannya dari jalan yang salah, dia rela mengorbankan alam hanya untuk kenikamatan hidupnya, setiap harinya dia berhasil menebang berhektar-hektar hutan yang kayunya dia jual ke kota-kota besar. Pada suatu ketika dia dan para anak buahnya pergi mencari kayu  ke hutan Kalimantan. Dia pun meninggalkan dua orang anak dan istrinya di sebuah villa mewah di kaki bukit miliknya. Setelah berpamitan kepada istrinya, ia berpesan kepada istrinya agar tidak kemana-mana dan menjaga villa tersebut karena didalam villa tersebut banyak barang-barang yang berharga. Sesampainya ia di Kalimantan, seperti biasanya demi kelancaran bisnisnya, ia pun memberikan royalti kepada para pejabat atau polisi hutan yang berjaga di hutan tersebut.  Akhirnya ia pun menjalankan aksinya, batang demi batang pohon ia tebas. Hari pun sudah larut, ia pun bergegas pergi ke penginapan dan beristirahat. Sesampainya di penginapan, ia melihat berita di Tv bahwa telah terjadi tanah longsor di daerah Jawa Barat, mendengar berita itu diapun kaget bahwa daerah yang dilanda tanah longsor itu adalah tempat villa yang ia tinggalkan. Esoknya, ia pun bergegas pulang ke villa, dan telah mendapati villanya telah rata dengan tanah, penduduk sekitar juga memberitahu bahwa istri dan anaknya juga telah meninggal, terkubur dibawah reruntuhan villa. Akhirnya ia pun menyesal atas perbuatannya selama ini dan ia pun sadar bahwa tuhan telah menegurnya.

Dari cerita tersebut kita dapat mengambil hikmahnya, bahwa alam juga bisa melakukan apa saja kepada siapa saja yang telah merusaknya. Tuhan telah menegur kita,kita dipanggil untuk memperbaiki alam yang telah rusak dan menjaganya. Sebab, jika kita sudah merusak alam, alam juga akan merusak kita.

Karena itu mulai dari saat ini kita harus belajar untuk bersahabat dengan alam, kita mulai dengan hal kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya. Membuang sampah tidaklah sulit, jika kita tidak malas untuk melangkahkan kaki ke tong sampah. Sampah pun bisa menjadi barang yang berharga jika kita mau mengolahnya, kita bisa mengajak orang-orang disekitar kita untuk mengolah sampah menjadi barang yang berguna seperti tas, aksesoris, perabotan rumah tangga, dan lain-lain. Kegiatan tersebut lebih bermanfaat daripada kita hanya bergelut di sosial media, menonton acara-acara di televisi yang tidak penting, atau bermain games. Selain menambah ilmu dan keterampilan tentuya, kita juga akan mendapatkan keuntungan yang lumayan dari hasil kegiatan tersebut.

Selain mengajak orang lain untuk mengolah sampah, kita juga bisa mengajak orang lain untuk menanam dan merawat tanaman hijau, dan memberikan manfaat kepada mereka bahwa jika kita menanam tanaman hijau kebutuhan oksigen kita pun tercukupi. Selain menanam dan merawat tanaman hijau kita juga harus merawat ekosistem alami yang sudah ada, jangan sampai ekosistem alami tersebut dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Jika kita mendapatkan orang yang seperti itu, maka kita harus menegurnya tanpa harus takut. Kita dapat memberikan himbauan baik melalu lisan maupun tulisan misalnya lewat artikel-artikel di media massa atau melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila ada sekolompok orang yang melakukan tindakan pengerusakan lingkungan, misal melaporkan kepada polisi hutan atau dinas kehutanan apabila ada penebangan hutan secara ilegal. Sebenarnya, menjaga kelestarian lingkungan sangatlah mudah, dimulai dari lingkungan rumah kita sendiri dan selalu  ingat bahwa jika kita merusak lingkungan, lingkungan pun akan merusak kita.

Saya rasa cukup sekian sambutan dari saya, kurang dan lebihnya saya minta maaf. Dari kegiatan ini saya harap para hadirin bisa lebih mencintai dan menjaga lingkungan kita, jika tidak, apa yang bisa kita beri untuk anak cucu kita kelak? Apa yang bisa mereka nikmati di kemudian hari? Selain alam tempat kita bernaung. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb